Seorang ahli ibadah yang biasa disebut Dzun Nun mendapatkan pertanyaan, “Kapan aku dinilai mencintai Tuhanku? “.
Jawaban beliau:
إِذَا كَانَ مَا يُبْغِضُهُ عِنْدَكَ أَمَرُّ مِنَ الصَّبِرِ
“Jika hal-hal yang Allah benci (baca: maksiat) menurut perasaanmu lebih pahit dibandingkan brotowali (tanaman super pahit)” (Tafsir Ibnu Rajab al-Hanbali 1/503)
Penggemar maksiat adalah orang yang menyakini jeleknya maksiat namun merasa maksiat itu suatu yang nikmat.
Oleh karena itu meski berkeyakinan zina itu buruk namun zina tetap dilakukan.
Meski yakin ghibah itu tercela, ghibah tidak juga ditinggalkan karena ada rasa nikmat di dalamnya.
Lain halnya dengan orang yang benar-benar mencintai Allahﷻ.
Ada dua hal yang terdapat dalam diri orang yang sungguh-sungguh cinta kepada Allahﷻ:
- Yakin sepenuh hati bahwa maksiat itu jelek, buruk, tercela dan dilarang serta dibenci oleh Allahﷻ
- Ada perasaan jijik, muak, tidak ada enaknya, tidak ada nikmatnya dan heran mengapa ada orang yang beranggapan bahwa maksiat itu nikmat.
Orang yang betul-betul cinta Allahﷻ tidak memiliki hasrat, minat, antusias dan semangat untuk melakukan maksiat.
Mari kita periksa hati kita, apakah kita sudah berada pada level mencintai Allahﷻ ataukah baru pada level mengaku cinta kepada Allahﷻ
Moga Allahﷻ berikan taufik kepada penulis dan semua pembaca tulisan ini untuk bisa jijik dan muak dengan semua varian maksiat.
Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.